Label

Rabu, 19 Maret 2014

Dosa - Dosa KAMPANYE Politik Praktis

Definisi Kampanye

Kampanye adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi politik atau calon yang bersaing memperebutkan kedudukan dalam parlemen dan sebagainya untuk mendapat dukungan massa pemilih dalam suatu  pemungutan suara(1). Kampanye bisa diwujudkan dengan iklan di media massa, penyebaran gambar calon, pawai, orasi dilapangan terbuka, “blusukan” ke pemukiman-pemukiman penduduk, kegiatan sosial, dsb.

“RAPOR MERAH” KAMPANYE POLITIK

Kampanye politik praktis dalam sepanjang perjalanan sejarahnya sangat kelam dan hitam, dipenuhi dengan berbagai catatan pelanggaran dan dosa. Berikut beberapa contoh catatan kecil terhadap beberapa pelanggaran terhadap syariat yang sering dijumpai terjadi dalam kampanye politik. Semoga Allah ‘Azza wa jalla menjaga kita semua dari kubangan dosa dan maksiat:


1. Menerapkan sistem Demokrasi

Kampanye adalah cabang sistem demokrasi. Menurut para pencetusnya, demokrasi adalah kekuasaan rakyat, dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Rakyat adalah pemegang kekuasaan mutlak, dimana rakyat berperan serta langsung menentukan arah kebijaksanaan negaranya dengan memilih wakil yang dia kehendaki secara bebas.

Sistem demokrasi sangat bertentangan dengan hukum Islam ditinjau dari beberapa segi:
  1. Hukum dan undang-undang buatan manusia
  2. Partai dan perpecahan
  3. Kebebasan yang melampaui batas
  4. Suara mayoritas adalah standar
  5. Persamaan derajat antara pria dan wanita

2. Perpecahan dan Fanatisme Kelompok

Islam  sangat menekankan persatuan dan melarang keras dari perpecahan. Begitu banyak ayat-ayat Al Qur’an dan Hadits Nabi –Shallallaahu’alihi wa sallam- yang menegaskan akan hal ini.
Allah ‘Azza wa jalla berfirman:

واَعْتصِمُواْ بِحَبْلِ الله جَمِيْعًا وَلاَ تَفَـرَّقوُا
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai. (QS. Ali ‘Imran [3]:103)
 مُنِيبِينَ إِلَيۡهِ وَٱتَّقُوهُ وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَلَا تَكُونُواْ مِنَ ٱلۡمُشۡرِڪِينَ (٣١) مِنَ ٱلَّذِينَ فَرَّقُواْ دِينَهُمۡ وَڪَانُواْ شِيَعً۬ا‌ۖ كُلُّ حِزۡبِۭ بِمَا لَدَيۡہِمۡ فَرِحُونَ (٢٣)       ٢
“dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. (QS. Al-Ruum [30]: 31-32).

Al Imam asy-Syaukani –Raahimahullah- berkata, “Persatuan hati dan persatuan barisan kaum muslimin serta membendung segala celah perpecahan merupakan tujuan syariat yang sangat agung dan  pokok diantara pokok-pokok besar agama Islam. Hal ini diketahui oleh setiap orang yang mempelajari petunjuk Nabi –shallallaahu’alihi wa sallam- yang mulia dan dalil-dalil Al Qur’an dan Sunnah.”(2)

Asy Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir as Sa’di –raahimahullah- berkata, “Sesungguhnya kaidah agama yang paling penting dan syariat para Rasul yang paling mulia adalah memberikan nasihat kepada seluruh umat dan berupaya untuk persatuan kalimat kaum muslimin dan kecintaan sesama mereka, serta berupaya menghilangkan permusuhan, pertikaian, dan perpecahan diantara mereka. Kaidah ini merupakan kebaikan yang sangat diperintahkan dan melalaikannya merupakan kemungkaran yang sangat dilarang. Kaidah ini juga merupakan kewajiban bagi setiap umat baik ulama, pemimpin, maupun masyarakat biasa. Kaidah ini harus dijaga, diilmui, dan diamalkan karena mengandung kebaikan dunia dan akhirat yang tiada terhingga.”(3)

Setelah memahami kaidah agung ini, lantas perhatikanlah bersama-sama buah pahit kampanye politik praktis sekarang! Bukankah masing-masing menyudutkan saingan lainnya dengan berbagai cara, melakukan “pembunuhan karakter”, mengolok-olok, fanatik kepada calon dan partainya, memecah belah kaum muslimin, menjadikan mereka saling bermusuhan, saling dengki bahkan kepada kerabat dan keluarganya sendiri!!!

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱجۡتَنِبُواْ كَثِيرً۬ا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعۡضَ ٱلظَّنِّ إِثۡمٌ۬‌ۖ وَلَا تَجَسَّسُواْ وَلَا يَغۡتَب بَّعۡضُكُم بَعۡضًا‌ۚ  أَيُحِبُّ أَحَدُڪُمۡ أَن يَأۡڪُلَ لَحۡمَ أَخِيهِ مَيۡتً۬ا فَكَرِهۡتُمُوهُ‌ۚ  وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ‌ۚ
 إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ۬ رَّحِيمٌ۬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al Hujurat [49]: 11)


3. Memuji diri sendiri

Tujuan utama kampanye adalah meraih suara dukungan sebanyak mungkin. Demi meraih tujuan tersebut, maka sang calon akan melakukan dua cara:
  • Pertama, memuji diri sendiri, menyebutkan skill dan keahliannya, hasil-hasil kesuksesannya, dan sebagainya sehingga membuat masyarakat menaruh hati padanya. Hal ini telah dilarang oleh Allah dalam firman-Nya:
 فَلَا تُزَكُّوٓاْ أَنفُسَكُمۡ‌ۖ هُوَ أَعۡلَمُ بِمَنِ ٱتَّقَىٰٓ
     “maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (QS. An Najm [53]: 32)

Ayat ini secara jelas menunjukkan larangan memuji diri sendiri karena Allah lebih tahu tentang siapakah yang bertakwa sebenarnya, dan karena hal itu menimbulkan rasa ujub dan kesombongan pada diri seseorang.(4)
  • Kedua, Salah satu simpatisan/tim sukses dan pendukungnya akan mencari suara dukungan dengan mengumbar pujian untuk calon pilihannya yang acapkali melampaui batas dan dusta.

     Hal ini telah dilarang oleh Nabi –Shallallaahu’alai wa sallam- dalam sabdanya:

     “Apabila kalian telah melihat orang yang suka memuji maka lemparkanlah tanah di wajah mereka.” (HR Muslim: 7506)

Hikmahnya sangat jelas, karena pujian yang berlebihan akan mengotori hati yang dipuji dan menjadikannya terjangkiti penyakit ria, ujub, apalagi biasanya tidak lepas dari kedustaan dan berlebih-lebihan.(5)

4. Pemborosan harta

Islam telah melarang kita dari sikap pemborosan harta. Allah berfirman:

وَلَا تُبَذِّرۡ تَبۡذِيرًا (٢٦)إِنَّ ٱلۡمُبَذِّرِينَ كَانُوٓاْإِخۡوَٲنَ ٱلشَّيَـٰطِينِ‌ۖ وَكَانَ ٱلشَّيۡطَـٰنُ لِرَبِّهِۦ كَفُورً۬ا (٢٧)
“dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS Al Israa [17]: 26-27

Ayat ini jelas menunjukkan larangan dari sikap mubadzir harta yaitu membelanjakan harta bukan pada haknya. Dan ini mencakup dua hal:
  • Pertama, Membelanjakan harta untuk sesuatu yang haram sekalipun nominalnya hanya sedikit.
  • Kedua, Berlebihan dalam mengeluarkan harta sehingga boros dan habis.(6)

5. Praktik suap/sogok yang kerap terjadi

Islam telah melarang secara keras tentang praktik risywah (sogok/suap) berdasarkan Al Qur’an, Hadits, dan Ijma’(7). Dan telah menjadi rahasia umum bahwa dalam kampanye politik seringkali terjadi pemberian hadiah-hadiah kepada rakyat dengan tujuan agar dia dipilih dalam pemilihan. Hal ini termasuk bagian sogok yang terlarang.

Hakikat risywah bentuk ini adalah kebalikan dari sogok yang diberikan calon pegawai kepada panitia yang akan menerimanya. Yaitu: rakyat yang akan memilihnya adalah sebagai penerima sogok dan calon DPR atau calon kepala daerah yang akan dipilih rakyat adalah pemberi sogok dan partai serta tim sukses pengusung calon tersebut adalah sebagai perantara sogok, kesemua mereka terkena laknat dan dosa praktik risywah.

La’anallaahurrasyia wal murtasyia

“Allah melaknat pemberi suap dan yang menerima suap”

Komite tetap fatwa dan penelitian keislaman kerajaan Arab Saudi telah memfatwakan haram pemberian dan penerimaan hadiah dari calon yang akan ikut pemilihan legislative dalam fatwa no. 7245, yang ditandatangani oleh Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz (ketua), yang berbunyi:

Soal: Apakah hukum Islam tentang seorang calon anggota legislatif dalam pemilihan yang memberikan harta kepada rakyat agar mereka memilihnya dalam pemilihan umum?

Jawab: Perbuatan calon anggota legislatif yang memberikan sejumlah harta kepada rakyat dengan tujuan agar mereka memilihnya termasuk risywah dan hukumnya haram(8).


6. Mengumbar janji palsu dan kedustaan

Sudah menjadi rahasia umum juga, bahwa calon legislatif biasa mengumbar janji-janji palsu guna mencari simpati dan dukungan para rakyat. Biasanya sang calon dalam acara kampanye politik –yang biasanya diselingi dengan pertunjukan musik oleh para biduan dan artis– sering mengatakan dalam orasinya di depan para pendukungnya, “kalau saya terpilih maka biaya pendidikan dan kesehatan serba gratis, pembangunan lancar, ekonomi dijamin membaik drastis” dan sebagainya, namun ketika sudah terpilih dia lupa akan janjinya tersebut, padahal tidak menepati janji dan berdusta adalah sifat orang-orang munafik. Dalam sebuah hadits, Rosulullah –shallallaahu’alaihi wa sallam- bersabda:

“Tanda orang munafik ada tiga macam: apabila berbicara maka berdusta, apabila berjanji dia mengingkari, dan apabila berdebat maka dia curang.”
7. Mempermainkan dalil demi memenuhi ambisinya

Banyak para calon dan tim sukses yang melegalkan segala cara untuk merebutkan suara dan menjatuhkan pihak lawan atau partai lainnya sehingga seringkali mempermainkan ayat bukan pada tempatnya demi meraih ambisinya.

Ada sebagian pendukung untuk menjatuhkan partai yang berlambang pohon beringin menyitir sebuah ayat Allah kepada Adam dan Hawa:

وَلَا تَقۡرَبَا هَـٰذِهِ ٱلشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ ٱلظَّـٰلِمِينَ
“dan janganlah kamu dekati pohon ini,  yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. Al Baqarah [2]: 35)

Ada lagi lainnya yang mendukung partainya yang bergambar matahari dengan sebuah ayat:

وَٱلشَّمۡسِ وَضُحَٮٰهَا
“Demi matahari dan cahayanya di pagi hari” (QS. As Syams [91]: 1)

Dan lainnya banyak sekali. Aduhai, apalah artinya sebuah nama partai dan lambangnya jika tujuannya adalah fanatik golongan dan perpecahan?!! Bukankah nama “Muhajirin” dan “Anshor” adalah nama yang sering disebut dan dipuji dalam Al Qur’an dan Hadits?! Namun, tatkala dijadikan sebagai ajang untuk perpecahan dan kebanggan dengan golongan masing-masing maka Nabi marah besar dan menyebutnya sebagai seruan jahiliyah nan menjijikkan?! Lantas, bagaimana kiranya dengan lambang-lambang dan nama-nama lainnya?!!
Pikirkanlah.(9)

Inilah beberapa catatan kecil tentang dosa-dosa kampanye politik. Sebenarnya, masih banyak lainnya lagi, namun semoga yang sedikit ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Penulis : Al Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as Sidawi –haafidzaahullaah-

Catatan kaki:

1)  Kamus Besar Bahasa Indonesia jilid III (2005)
2)  Al Fath al-Rabbaani 6/2847-2848
3) RIsalah fi al-Hassi ‘ala Ijtima’ Kalimat alMuslimiin wa Zamm al Tafarruq wa al-Ikhtilaaf hal.21
4)  Al-Adab al-Syar’iyyah 3/477 karya Ibn Muflih dan fath al-Baari 9/51 karya Ibnu Hajar
5)  Syarh Sahih Muslim 18/121 karya an Nawawi, Ikmal IkmalMu’lim karya al-Ubai 9/467
6)  Ahkam Al Qur’an 3/1203 karya Ibn al-‘Arabi, Zaad al Masir 5/21 karya Ibn al-Jauzi
7)  Lihat keterangan secara detail dalam kitab Jarimah Risywah oleh Dr. Abdullah Ath Thariqi
8) Fatwa Lajnah ad Daaimah, jilid 23 hal.541. Dinukil dari Harta Haram Muamalat Kontemporer hlm. 190-191 karya Dr. Erwandi Tarmizi, M.A.
9)  Iqtidha’ Shiratil Mustaqim I/241 oleh Ibnu Taimiyah


Nb: Diketik ulang dan diringkas dari Majalah Al Furqon no. 144, edisi 8 Th. Ke-13. Hal. 36-41.

Semoga bermanfaat …

Tidak ada komentar:

Posting Komentar