Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda (artinya):
“Yang pertama kali Allah ciptakan adalah al-Qalam (pena), lalu Allah berfirman kepadanya: ‘Tulislah!’ Ia menjawab: ‘Wahai Rabb-ku apa yang harus aku tulis?’ Allah berfirman: ‘Tulislah taqdir segala sesuatu sampai terjadinya hari Kiamat.’”
(HR. Abu Dawud [no. 4700], Shahih Abi Dawud [no. 3933], at-Tirmidzi
[no. 2155, 3319], Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah [no. 102], al-Ajurry
dalam asy-Syari’ah [no.180], Ahmad [V/317], Abu Dawud ath-Thayalisi
[no. 577], dari Sahabat ‘Ubadah bin ash-Shamit Radhiyallahu ‘anhu, hadits ini shahih). (Silahkan lihat buku Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, tulisan Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas halaman 377).
- Dari hadits di atas dapat kita ambil pelajaran bahwa makhluk yang pertama kali diciptakan Allah adalah al-Qalam.
- Dengan hadits ini dapat kita ketahui kekeliruan orang yang mengatakan bahwa makhluk yang pertama kali diciptakan adalah Nur Muhammad.
Adapun hadits yang mengatakan: “Makhluk yang pertama kali diciptakan
Allah adalah cahaya Nabimu wahai Jabir!” adalah hadits yang TIDAK ADA ASALNYA. Hadits “TIDAK ADA ASALNYA (LAA ASHLA LAHU)” maksudnya adalah hadits yang tidak memiliki sanad.
(Silahkan lihat buku Koreksi Hadits-Hadits Dha’if Populer, tulisan
Ustadz Yusuf Abu Ubaidah bin Mukhtar as-Sidawi halaman 24 dan 39).
Hadits yang populer ini adalah bathil, demikian juga semua hadits yang
menegaskan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam diciptakan
dari nur (cahaya). Karena makhluk yang diciptakan dari nur (cahaya)
adalah Malaikat, sedangkan Nabi Muhammad adalah seorang manusia bukan
malaikat.
Bacalah firman Allah ketika memerintahkan kepada Rasulullah (artinya):
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku bahwa sesungguhnya Ilah kamu itu adalah Ilah Yang Esa.’” (QS. Al-Kahfi [18]: 110).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda (artinya): “Malaikat
diciptakan dari cahaya, Iblis diciptakan dari api yang menyala-nyala,
dan Adam diciptakan dari apa yang telah disifatkan pada kalian.” (Shahih Muslim [VIII/226). (Buku Koreksi Hadits-Hadits Dha’if Populer, halaman 39 dan 40).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menegaskan bahwa hadits ini adalah dusta
dengan kesepakatan ahli hadits. (Majmu Fataawaa [XVIII/367]). Demikian
juga ditegaskan oleh Syaikh Sulaiman bin Sahman. As-Suyuthi juga
menegaskan bahwasanya hadits ini tidak ada sanadnya. Demikian juga
Jamaluddin al-Qasimi dan Muhammad Rasyid Ridha, keduanya menegaskan
bahwa hadits ini tidak ada asalnya. (Buku Koreksi Hadits-Hadits Dha’if
Populer, halaman 40).
3. Iman kepada Taqdir.
Wallahu a’lam.
Penulis: Benny Abu Aslam bin Syahmir Marbawi
Rujukan:
- Buku Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, tulisan Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, terbitan Pustaka Imam asy-Syafi’i.
- Buku Koreksi Hadits-Hadits Dha’if Populer, tulisan Ustadz Yusuf Abu Ubaidah bin Mukhtar as-Sidawi, terbitan Media Tarbiyah.
Bismillahi Rahmani Rahim,,,
BalasHapusSemuanya Benar,,, Cuma ALLAH yang Maha Tau Sebenar2nya!!! Jadi Hindari perdebatan, yg dapat memunculkan Sifat Ego & akan berakhir dengan Amarah (beramtem deh hehehe)
Jadilah Hamba ALLAH yg bisa menjaga AmanahNya,,,
Bersihkan hati, Luruskan Niat, d situlah kenyakinan,,,